Friday, April 2, 2010

Ukuran Kesuksesan

Sukses... Ada yang tahu ukurannya.? Saat bertemu sahabat lama dan muncul pertanyaan "apakah sudah sukses.?", apa jawaban yang terlontar.? ayo jawab rame-rame; "belum", seperti percakapan berikut:

Dabo: "woi sarara, bemana kabarnya komiu, so sukses ya".
Yojo: "oooii, belum lee".
Dabo: "ooo.? katanya so jadi bos, kenapa lee"
Yojo: "ya, maklumlah, masa komiu te' liat, rumah belum ada, sekarang masih ba kontrak di tampanya mertua, motor juga masih ba cicil, bemana komiu mo bilang so sukses, gaji juga hanya 5 koma, maksudnya tanggal 5 so' koma.!"

Dabo: "wakakakak, masih bae komiu, sa pe gaji juga cuma 10 juta, maksudnya 10 juta per tahun, mana bisa mo ba tabung, sedangkan dipake makan tinggal di carikan tamba-tamba"

Yojo dan Dabo: "Hahahaha."

Ada yang familiar dengan percakapan di atas.? Sabar, jangan tersinggung dulu, karena saat ini banyak juga yang punya masalah yang sama dengan anda. Untuk para sahabat yang merasa belum sukses, katakan "ya, saya sukses.!" Nah, sudah selesai masalahnya, sekarang anda sudah sukses.


Ukuran Sebuah Kesuksesan

Kadang terlintas dalam pikiran setelah bertemu dengan teman sebaya sejak kecil yang seumuran dengan kita setelah lama berpisah, teman dengan usia yang sama dia kini sudah memiliki rumah, mobil, motor, yang jika ditotal berjumlah banyak untuk ukuran kesuksesan jika dibandingkan dengan kita atau teman yang lain. Dan dia juga baru saja menghabiskan biaya untuk proses menikahnya dengan mewah, lagi-lagi untuk ukuran kita, juga masih ada tabungan yang berjumlah banyak. Tentu sangat menggiurkan dan membuat kita iri bukan.? Saat ada salah satu sahabat kita yang di usia yang sama memiliki karir serta materi yang berlimpah seperti kejadian tadi, apalagi jika usianya lebih muda, dan jabatannya di bawah kita. Bisa-bisa susah tidur kita bila membayangkan hal itu terus.

Saat ini, mayoritas kita menganggap bahwa kesukesan adalah lebih kaya secara materi, lebih tinggi pangkat, jabatan yang tinggi, ketenaran juga banyak lagi hal yang lebih lainnya. Pada kenyataannya, kita semua yang terlahir di dunia ini adalah manusia yang sudah dilahirkan dalam keadaan yang sukses.

Ada yang masih ingat, bagaimana embrio berlomba dengan para kompetitor lainnya saat kita berhasil menembus sel telur dulu, lalu jadilah kita segumpal daging hingga terbentuk dengan sempurnanya seperti sekarang ini. Itulah saat awal kesuksesan kita.

Ada yang mengatakan jika ingin menjadi hartawan, maka jangan mau terus menjadi "YUMANJI" alias "You Manusia Bergaji". Karena dalam retorika siapapun, sulit untuk menjadi sukses (dengan ukuran materi) jika seumur hidup kita menjadi karyawan. Memang benar, tidak mungkin kita memiliki rumah seharga 1 Miliyar, jika mengandalkan pendapatan yang hanya 10 juta per-tahun. Jangankan untuk beli rumah senyaman dan semahal itu, membayangkan saja kita belum tentu berani.!

Ada sebuah pernyataan seperti ini, "kawan, te' bosan kah kerja hanya begitu-begitu saja.? berangkat pagi, pulang tengah malam, terus saja begitu jo sampe tua, kapan komiu bisa ba beli rumah, kalo kerja komiu hanya begitu terus.!" ada yang pernah mendengar pernyataan seperti itu.? Bila ada, jawab saja "so lo gitu what.!"

Ada beberapa kalimat motivasi yang diucapkan yang kadang merendahkan status buruh/karyawan, padahal boleh jadi pekerjaan yang dijalani oleh kebanyakan kita adalah pekerjaan yang dimuliakan di sisi Maha Pemberi, Tuhan Yang Maha Kuasa. Lihatlah berapa banyak para pemimpin yang akhirnya terjerat oleh besarnya godaan untuk menjadi pejabat ataupun pimpinan tapi korup.? Juga berapa banyak pemimpin yang tidak amanah terhadap yang umatnya, apakah ini yang kita percayai sebagai ukuran sukses.? Jika ada sahabat yang memiliki kekayaan materi berlimpah, pangkat, jabatan, ketenaran dan kelebihan lainnya, apakah kita harus iri.? Sementara dalam hati mereka yang terdalam, ada gejolak kecemasan juga keresahan karena kekayaan yang diperoleh ada hak orang lain yang di zholiminya. Ada suap dan korupsi dalam jabatannya, ada fitnah yang dia timbulkan dari ketenarannya, dan semua itu terpaksa mereka lakukan karena tuntutan nafsu. Keinginan untuk selalu di pandang 'besar' oleh banyak orang padahal boleh jadi dia sangat kecil dimata masyarakat bahkan Tuhannya.

Kaya itu bukanlah lantaran banyak harta, tetapi kaya itu adalah merasa cukup dengan yang dinikmati saat ini. Hati adalah kekayaan sesungguhnya, dari hatilah seharusnya kita merasa kaya serta merasakan ketenangan dan kebahagiaan. Sementara yang dicari oleh hawa nafsu adalah berlimpahnya harta, tingginya jabatan dan ketenaran. Sementara kebahagiaan itu hanya bisa diraih dengan melakukan perbuatan yang menentramkan hati.

Hati itu berwujud, dan setiap yang berwujud adalah materi. Namun di setiap kita memiliki ruh yang tidak berwujud, hal itu memiliki pengaruh besar karena hal tersebut hanya dapat selalu bersinar jika kita melakukan apa yang menjadi fitrah kita yaitu kebaikan.

1 comment:

What do you say? Please give you comments under this post. Thank you.